Ay
4 min readJun 10, 2024
Revengers

“hi, lady” Phuwin tidak basa basi tentang kalimat melukai putrinya sama dengan menyerahkan nyawa kepadanya.

Ini bukan tentang rumah tangga kerajaan tetapi hubungan anak dan papa yang kuat, Phuwin tidak pernah melukai putrinya sedikitpun di atas kulitnya.

Sebab itu tidak ada yang bisa menyakiti intannya yang bersinar, maka disini Phuwin setelah rencana sederhana membawa wanita pelacur itu duduk berhadapan dengannya.

Di kursi yang saling menatap dan menghadap, Phuwin menuntut penjelasan atas penyerangan yang hampir melukai putrinya.

“apakah putriku membuat salah, ketika hanya ingin melindungi orang tuanya?”

“putri kita arogan phuwin, kamu tau itu”

Menjijikan sekali bagaimana bisa wanita itu masih bisa memanggil Joey dengan seperti itu, rasanya ia benar-benar harus memotong lidah wanita di hadapannya.

“baiklah jika itu putri kita, tempo hari anak kita membawa jarum sekecil jerami kan?, aku sekarang membawa yang lebih besar dari itu”

Phuwin beranjak dan mendorong kursi wanita itu sembari mengeluarkan belatinya, dari saku celana.

Ruangan ini masih di dalam gedung kementerian wanita itu bekerja, berada di balik rak buku yang disusun suaminya sebagai ruang istirahat. Lokasinya cukup rahasia dan tenang, kedap suara dan memang tak memantulkan suara apapun.

Keadaan yang lalu dimanfaatkan untuk, menyatakan pisaunya merobek gaun bekerja gadis itu.

“apa tujuanmu menyerang joey? kamu bisa menyentuh suamiku semaumu, tapi tidak dengan joey” Diamnya itu amarah, Phuwin menyimpan itu sejak lama.

Perlawanan anaknya yang mengawali semuanya, Phuwin mendorong dirinya untuk tidak hanya bergantung pada Amamare. Maka ia disini, berhadapan dengan wanita yang sudah compang camping.

“jangan melukainya jika tidak ingin wajah cantikmu ini rusak” desak Phuwin dengan jaraknya di dekatkan kepada wanita, yang menatapnua murka. Terlihat jika memang sedang benar-benar marah namun tak kuasa membalas.

“nikmati malammu disini, ruangan suamiku” sambung Phuwin sekali lagi, sebelum menggores ujung belatinya menyapa tulang selangka wanita itu menimbulkan goresan yang tak dalam.

Pikirnya jelas jika Phuwin hanya menggertak, lagi-lagi ia berfikir jika hanya baju yang dirobek saja bukan jadi masalah.

Namun sepeninggalannya, datang beberapa pria asing yang menatapnya kelaparan.

Harga diri wanita itu dijual kepada para anjing kelaparan, yang tak segan-segan memakainya bergilir. Tidak ada yang menolongnya. Tidak ada juga yang peduli. Karena setalah itu kantor bekerja itu diminta Phuwin untuk menutup lebih cepat.

Joey mungkin tidak tau jika langkahnya ketika mengancam akan, menusuk jarum ke dalam wanita itu diketahui oleh papanya.

Dan sebagai papa yang baik. Phuwin mengabulkan doa itu untuk sang putri tercinta.

Silsire.

Satu kotak isi cat penuh untuk Joey yang dibongkar dengan suka cita, celotehnya ke berbagai arah.

Anak itu jauh lebih berbahagia di Silsire, riang tak terbatas oleh aturan.

“papa i know”

“hah? apa?”

“molly” jawabnya berbisik lalu mengedipkan matanya.

“anak kecil sudah diam”

“papa ayo cerita, dada tau?”

“tau setelah menyadari ruangannya berantakan”

Joey semakin sumringah, dan mulai bergosip dengan papanya.

Sejatinya mereka akan menjadi si sumber dan penambung gosip dari berbagai sudut cerita.

Keduanya jika sedang senggang berdua sangat kompak dan hangat seperti saat ini, apalagi ketika rasanya rindu kampung halaman itu terbayarkan

Silsire selalu hangat untuknya untuk sekedar meletakkan punggungnya di atas tempat tidur.

“tapi ini yang terakhir ya nak, jika dia berulah lagi. Biarkan saja”

“iya pa, dia layak diperlakukan sekotor itu. Salah sendiri suka pamer telanjang”

“jo jangan begitu ya, jadi wanita yang baik”

“memang kan jo anak baik papa”

Responnya hanya tawa cengiran yang cukup kaku, sebab Phuwin hampir mengulur jantungnya untuk meletakkan rasa sabar kepada putrinya itu.

Meski ucapan akan selalu menjadi wujud, Phuwin tetap berharap putrinya menjadi lebih dari sekedar baik. Lebih dewasa dan mengerti situasi orang tuanya.

Pemimpim negri sebrang itu tak lama datang, berbincang sebentar dengan orang-orang di Silsire baru menemui suaminya.

“setelah berbuat nakal kabur ke silsire?”

“aku belajar dari joey”

“persis, dimana anak itu?”

“ada pesta kembang api dengan sepupunya, kalau mau kesana ganti pakaian dulu”

Nara juga rindu dengan putrinya yang tak lama muncul tanpa mengetuk, setelah berlari tergopoh. Melompat memeluk dada yang bahkan belum selesai berpakaian.

“gendong dad”

“sebentar dada rapikan baju dulu jo”

“papa hari ini makan marsmallow ya? cheese cake juga, terus apa lagi ya tadi yang disana, hmm popcorn caramel”

“too much sugar”

Sudah semestinya tentang keluarga ini yang tidak terusik oleh apapun, sudah lebih dari cukup luka yang Joey miliki begitu juga dengan bagaimana Phuwin bertahan sejauh ini. Atau peran besar Nara yang memperbaiki situasi.

Joey tidak pernah bisa manja menggeyaluti dada ketika sedang diantara para bangsawa saat di Amamare, tapi rasanya Silsire membuatnya menjadi Joey yang memang putri satu-satunya diantara keluarga kecil itu.

Tangannya yang tak pernah lepas dari pelukan dada menghangatkan hati Phuwin yang hanya bisa menjadi penonton, ia tak perlu takut untuk diburu waktu, takut kehilangan moment ini sebab di bawah payung teduh Silsire keluarganya agak selalu dalam suka cita bersama.