Belum lama mendudukkan pantat di atas sofa tempat dua manusia bertindihan sembari membaca buku satu panggilan harus memisahkan keduanya, Nara mendapat perintah menemui Queen Anne.
Sesuatu yang membuat Phuwin sedikit cemas karena pasti tentang salah satu postingan Nara yang berani menjawab rumor tanpa konfirmasi kerajaan.
Di balik pintu Phuwin mengantarkan kekasih hatinya sebelum berpisah, ia menyembulkan kepalanya sebelum perlahan menutup pintu kala kekasihnya mulai menghilang dari pandangannya.
Cemas sering muncul belakangan bukan hanya karena memikirkan sesuatu yang belum tentu terjadi, namun itu benar-benar cemas karena rasa takut memikirkan apa yang sudah berlalu belakangan ini.
Tangannya bergetar meski terlihat baik-baik saja, bahkan berkeringat di tengah dinginnya malam. Menggenggam bukupun buku itu akan jatuh.
Beberapa kali Phuwin mengatur nafasnya berusaha menghibur dengan mengirim pesan manis untuk Nara.
Paru-parunya terasa tersumbat olah sebongkar debu dari polisi udara atau bahkan kala ia gagal menghembuskan asap rokoknya. Panas dan sesak.
Ah!
Kejadian tentang Archen lewat dengan tidak sopannya merusak suasana hatinya, kekasihnya bertemu dengan pria itu. Bagaimana jika Archen mengatakan hal-hal yang tidak seharusnya? Bagaimana jika Nara percaya?
“Ehem! diem diem aja kaya gue sendirian” Gemini memecah keheningan di luar ruangan Queen Anne, yang di dalam masih melakukan pertemuan. “baikan dulu kek!” Nara maupun Archen melirik pada sepupu termuda mereka dengan tajam, yang dilirik hanya menyeringai ringan.
Paman Ed muncul dari balik ruangan, memepersilahkan yang di dalam keluar sebelum yang muda-muda masuk ke dalam ruangan.
Oh! suasannya serius — batin Nara.
“selamat sore prince, cucuku juga penerus kerajaan” sapanya dengan suara khasnya meski sudah mulai berubah termakan usia.
“mari kita mulai dengan pendisiplian prince Acrhen yang sepertinya mendapat rehabilitasi tidak juga membuat jera” tegurnya pertama kali, Nara memangku kakinya dengan sopan menertawakan teguran itu dalam hatinya.
Archen diketahui melakukan perdagangan jual — beli narkotika yang berhasil diketahui pertama kali oleh pihak kerajaan belum lagi tersebarnya berita tentang hubungannya dengan Phuwin cukup mengegerakan portal berita belakangan yang membuat Nara harus mengkonfirmasi tanpa ijin kerajaan.
Queen Anne yang bijaksana kewalahan saat ini menghadapi kasus terberat Archen dan memberi peringatan pelepasan gelar bangsawannya jika terus membuat onar.
Berpindah pada Gemini yang diminta konfirmasinya karena mengkencani putra mentri pertahanan Fourth teman Phuwin. Hingga pertengkaran persepupuan yang terciumpun ikut disinggung oleh pemimpin teratas negri ini.
Diskui tentang hal itu tidak mensapat titik terang kala Nara bersikeras meminta Archen dipenjarakan dan tidak diberi hak istimewa istana. Kenapa demikian?
Lamanya Phuwin melakukan pemulihan kesehatan perlahan apa yang ia alami berangsur diingat, Archen sudah jauh melakukan pemaksaan kepada kekasihnya hingga sudah menyentuh area sinsitif tersebut. Tindak kekerasannya tidak bisa lagi ditoleransi menerutnya, namun ia tetap cucu dari pemilik kuasa.
Tidak adanya titik terang membuat yang ada di dalam ruangan menjadi sangat panas karena tidak ada keadilan khusus untuk Phuwin atas tindakan tersebut.
Bagi Archen ia menunggu hal itu terjadi tidak ada yang bisa ia banggakan juga tentang perbuatannya, Archen kecil yang muak dibandingkan dengan sepupu terdekatnya itu menciptakan ia yang berantakan. Ia hafal betul bagaimana watak Nara, maka ia berkata hidup dan matinya ada ditangan sepupunya yang kini sudah hampir melayangkan pukulan jika tidak dilerai oleh Gemini dan paman Ed.
Tertinggal ia di dalam ruangan setelah semuanya diminta untuk pergi, Nara tertunduk menunggu apa kali ini point yang akan disampaikan jika itu tentang pertentang maka hancur sudah dirinya.
“semuanya sudah memutuskan untuk melupakan pembatalan, phuwin masih sah menjadi tunangan mu dengan catatan adanya keturunan raja langsung setelah diangkat menjadi raja” selalu ada harga yang harus ia bayar didalam hidup ini, Nara tidak merespon apapun tatapannya hanya berupa sorot lelah dengan segala aturan yang ada.
Jauh di dasar hatinya ia marah semarahnya kenapa harus kakaknya yang meninggal hari itu, jika bukan ia putra mahkota maka sekarang pasti Nara sedang menjelajah dunia bersama Phuwin tanpa beban satu dan lainnya.
Phuwin memilih untuk bersembunyi di ruang rahasia Nara tanpa memberi tau siapapun, bersembunyi di balik blanket hijau yang dulu dibelikan kekasihnya.
Ia bersembunyi karena tidak ingin membuat orang-orang sibuk memperhatikannya yang sedang mengalami cemas. Tak lama cemas itu perlahan reda.
Kakinya ia bawa untuk memilah beberapa buku yang ditumpuk Nara berniat untuk membaca, niatnya terhenti sebab ia mendengar suara pintu dibuka.
Tubuhnya menjauh dari pintu mengurungkan niat untuk menyambut Nara yang ternyata sedang dalam telfon entah dengan siapa namun obrolannya ringan sepertinya dengan para sepupunya.
“….”
“semua orang menyetujui phuwin adalah tunangan ku, tapi…” Phuwin mendekat lagi untuk menguping.
“dengan catatan aku harus memiliki keturunan langsung setelah diangkat menjadi raja entah kapan itu” lanjut Nara. Sesak, yang ia pikirkan benar terjadi.
Ia bukan siapapun, terjebak dalam perjodohan menyebalkan, menjadi upik abu adalah ujung hidupnya. Pada akhirnya menjadi yang kedua harus ia relakan terang-terangan.
Pintunya ia buka dan mematung membuat Nara buru-buru mematikan telfonnya “babe sejak …”
“sejak lo harus punya keturunan pond, tidak perlu disembunyikan lagi. udah siap untuk dibuang lagi”
Phuwin berlalu kembali ke kamarnya, hari pertamanya kembali ke istana begitu penuh luka.
“prince nara maaf, tapi sejak pagi phuwin tidak ada di kamar dan sekitar pavilion. tadi pagi ingin memberi tahu namun sepertinya ada tugas yang tidak bisa ditinggalkan” miss View yang pertama menyambut saat Nara pulang dari pekerjaannya sore ini, benar juga sejak pagi ia tidak melihat Phuwin yang pikirnya kekasihnya masih terlelap tidur.
Nara bukan yang mudah panik maka ia melepas kancing kemejanya dengan tenang meminta Neo untuk melihat cctv, kebiasaan Phuwin. Pria itu akan menyelinap entah kemana jika sedang merasa sedih.
Dari ruang kontrol bayangan Phuwin keluar dari pavilion tepat dini hari melewati jembatan dekat pavilion yang sudah dipastikan kekasihnya masuk ke dalam hutan dan berada di castle.
Nafasnya berhembus lega karena castle itu tidak banyak diketahui orang, Nara sedikit lega karena Phuwin akan lebih aman.
Nara bukan tidak berniat untuk menyusul si mungil yang sedang merajuk tugasnya disini sedang banyak maka ia memutuskan untuk sebentar mengurus itu semua terlebih dahulu.
Dalam fokusnya ia merasa angin mulai dingin dan benar saja jika malam telah tiba.
Meminta miss View menyiapkan perbekalan sebelum ia membelah hutan dengan sedannya. Nara menghampairi kekasihya seorang diri dengan mobil kerajaan yang ia kemudikan menyusuri jalanan yang gelap.
Castle itu masih sama seperti dulu sedikit mulai kotor lagi karena jarang dibersihkan, gagang pintu yang terbuat dari besi ia genggam sebelum didorongnya.
Ia menyusuri tangga yang gelap dalam diamnya menemukan Phuwin sedang duduk membaca buku dengan earphone yang menyumpal telinganya di atas sofa yang terlihat sudah dibersihkan sebelum diduduki.
“hi, i bring a burger and cola” katanya mengangkat tas milik miss View.
Phuwin abai tidak ingin menatap itu sekalipun gelap karena hanya ada lilin yang meneranginya.
“biasanya minta jemput kalau mau pulang” katanya lagi, sudah memeluki Phuwin yang merengut.
“gak usah peluk-peluk! cari istri sana”
Nara malah meletakkan kepalanya di pangkuan Phuwin yang kesal setengah mati pada dirinya.
“kita bisa bicarain itu baik-baik, kenapa pergi? emang kalau pergi bisa selesain masalah?” tanya Nara dengan sabar.
“gak ada solusi ngapain diomongin”
“ada dong, misalnya aku lepas tahta ku. kalau harus itu yang aku lakukan”
Phuwin menutup bukunya kasar, mendorong kekasihnya menjauh dari pengkuannya. Sedih sudah pasti, ia tidak ingin cintanya harus mengorbankan sesuatu yang berharga.
“babe, memikirkan kamu pergi dari aku lagi sudah sakit. kalau diakhir aku gak bisa memperjuangan itu biar yang lain ambil alih mahkota ku, karena cukup punya kamu aku sudah senang. sejak kecil aku tidak dididik sebagai putra mahkota, aku selalu jadi pengganti kakak ku. hingga bertemu kamu, kamu satu-satu yang aku miliki tanpa nunggu bekas dari kakak ku atau ketika aku dijadikan pilihan kedua di keluarga”
“tapi aku juga gak mau kamu hidup susah sama aku”
Punggungnya ia sandarkan sedikit merosot “lebih baik susah bersama kamu daripada tanpa kamu, promise to promises” Nara menaikkan kelingkingnya ke arah Phuwin yang tengah menahan terharunya, dikaitkan kelingking mereka mengawang di udara.
Benar cerita cinderella jika upik abu akan diperjuangkan oleh pangerannya entah setelah itu dibuat nyaman di dalam istana atau bersembunyi di dalam hutan yang jelas kini cincin mereka sudah terpasang lagi mengikat janji yang dijanjikan.