Ay
6 min readDec 11, 2023

--

Crown

Pernahkah terbangun dari tidur dengan keringat, nafas tersengal-sengal seolah di alam tidur mu kamu sedang dikejar monster pemangsa di hutan belantara yang penuh dengan duri-duri mawar layu tanpa penerangan, dingin mencekam dan menemukan sebuah bangunan castle tua berlumut, tanaman merambat yang memakan tembok beton yang melindungi pangeran kesepian?

Phuwin meraih secangkir gelas bening berisi setengah air mineral dan mengeguknya dengan kasar hingga nafasnya terengah membangunkan pria tampan di samping yang sayup-sayup melemparkan tatapan khawatir.

“babe?”

“nara” suaranya sudah bergetar tidak mampu menahan air mata yang ada diujung pelupuk matanya, Nara mendekap Phuwin dengan erat. Pelukan itu menghantarkan hangat yang menjalar ke seluruh badan Phuwin menenangkan isi kepalanya yang ribut, detak jantungnya yang tidak beraturan. Nara mengusap lembut punggung sayangnya.

“aku disini babe, feel my heartbeat inhale exhale”

Perlahan-lahan sesuatu yang memburu menghantam dirinya dari dalam mulai mereda bukan karena merasakan detak jantung Nara melainkan Phuwin mengerang setengah menjerit dalam tangisannya, tangannya mencengkram baju tidur Nara menarik dengan kuat menenggelamkan parasnya di dalam pelukan yang semakin erat.

Nara tidak tau apa yang hadir dalam mimpi Phuwin yang ia tau hanya kejadian ini pernah sering terjadi setelah ingatannya yang dulu hilang kembali. Sehingga Nara menyimpulkan ini hal yang sama, hal yang membuat Phuwinnya takut, ruang sempit yang mencekatnya datang lagi.

and the world has somehow shifted, all at once everything looks different, now that isee you” Nara bersenandung pelan mengikuti setiap usapannya pada punggung Phuwin yang masih bergetar dengan hebatnya. “we can see the light now, i’m here”

“nara” panggilnya “sorry for being so dirty”

Seperti yang sudah banyak diketahui perjalanan panjang Phuwin tidak mudah setelah masuk ke dalam Kingdom of Glasglow. Kerajaan di dalam Scotland bagian wilayah dari Inggris yang tersohor namanya memiliki putra mahkota yang kerap muncul di setiap saluran televisi, namanya yang selalu dikumandangkan, prestasinya dalam berdiplomasi, berpolitik hingga kegiatan kemanusiaannya yang begitu mengharumkan nama bangsa serta keluarga Phuwin merasa nama baik itu telah ia kotori.

Tidak mudah bagi Phuwin untuk berhasil keluar untuk menerima apa yang telah menimpanya hanya Nara yang tau menjadi saksi hal-hal itu datang di setiap malam dalam tidur si kecil yang selalu berada dalam dekapannya.

Sama dengan hari-hari sebelumnya setiap pagi menyaksikan Phuwin tersiksa begitu melukai hatinya, yang kemudian ia hanya bisa membago hangat cintanya, menenangkan apa yang mengganggu Phuwin.

“you never look dirty babe, who said you dirty? I never seen a crystal as clear as you, even tho you swim under mud i still can see sparkle on you. Everything on you is a night lanterns, shine and beautiful”

Burung gereja di luar jendala yang sedang bernyanyi di atas ranting pohon maple di depan kamarnya bersautan seolah menyertakan pula keindahan Phuwin untuk Nara yang sudah meletakan mahkota dua puluh empat karatnya mengambil mata rubi yang ia bawa ketika meninggalkan kilauan emas itu.

Rubi itu adalah Phuwin yang begitu bersinar dengan warna maroon yang begitu berani menyala sebagai lentera untuk jalannya sesulit apapun itu sehingga Nara selalu bisa kembali untuk pulang ke tempat terhangatnya.

“mimpi apa tadi?” Nara mengusap air mata Phuwin saat dirasa tangisan itu mereda, memperlihatkan mata kecil yang sembab memerah pipi yang panas sebab air matanya.

“rasanya sesek aja aku di tempat yang gelap, kamu gak bisa nolongin aku karena kamu sendiri juga sama terlukanya nar”

“kita memamg sama-sama terluka dan karena luka itu semuanya menjadi semakin mudah? Luka ku butuh kamu obati dan begitu sebaliknya. Sudah atau mau masih nangis lagi? Kita nikmati dulu apa yang kamu rasakan pagi ini bareng-bareng”

Phuwin tidak bersuara ia hanya kembali melingkarkan tangannya ke pinggang Nara, mendekatkan jarak keduanya merasakan detak jantung kekasihnya yang menenangkan Phuwin mengukir senyumnya diam-diam “sesulit itu jatuh cinta, tapi selama aku masih denger suara ini semuanya mudah nara” – Phuwin membatin dalam senyumannya yang semakin lebar.

Musim gugur yang ke tiga telah tiba kembali lagi masuk ke dalam warna warni kehidupan cinta yang sudah berjalan dengan rintangan yang tidak mudah dilalui. Jika bukan bersama Nara mungkin tidak ada satupun yang bersabar untuk mengelah pada si keras kepala, dan jika bukan Phuwin tidak ada yang membuat Nara menyadari bahwa ia bukan peran pengganti.

Nara hanya sedang mencari dimana lentaranya itu menyala menyadarkannya tentang “remember who you are” menyelamatkannya salam keterprosokan tanah gambut yang tidak kokoh ia pijak.

Keduanya beradu tatap diatas tempat tidur pipi Phuwin ditangkup oleh Nara hingga membuat bibir mungil itu mengerucut seperti milik twity, perlahan ia mendaratkan sebuah kecupan singkat yang kemudian disambut dengan senyum kegirangan oleh Phuwin.

Nara terlihat begitu bahagia lalu memainkan pipi suami lucunya menciptakan rengutan kecil dari Phuwin.

“terima kasih phuwin tanpa kamu aku gak tau apa jadinya aku”

“he’em, terima kasih juga sayang sudah merima aku”

Lembut, keduanya menggesekkan kedua ujung hidung mereka dalam ketenangan serta kedamaian hanya suara kicauan burung dan lonceng yang bersautan tanda jika hari sudah siang.

“piuw... nara... piuw... nara...”

“yes son, wait a minute” Nara menyauti teriakan Jesper. Tidak lupa jika hari ini Jesper pulang menginap di rumah sewa Jaoying, View dan Love.

“anak aku udah pulang”

Siapa yang selalu menyebut Jesper anaknya lalu melupakan suaminya yang tiba-tiba ditinggalkan di atas tempat tidur, membuka pintu kamar tidak sabar, menghambur memeluk anak kecil dengan ransel iron mannya? Jawabannya Phuwin Tangsakyuen.

Yang ditinggal di atas tempat tidur memilih untuk memeluk bantal beraroma kayu manis yang tertinggal menghirup wanginya yang memabukkan membawanya sejenak untuk kembali ke alam tidurnya yang tenang.

“ngapain lo sama pond jam segini baru bangun?!”

“apaan sih bodoh pertanyaan lo melanggar privacy”

“curiga aja, udah mandi?”

“belum! Lagian udah lama gue gak ngelakuin sama pond, ciuman juga baru tadi”

“bohong lo, mana mungkin sih phu. Lo nganggurin pangeran kaya pond gitu? Atau lo gak menarik makanya pond gak mau?”

Mata tajam Phuwin melirik ke arah Jesper yang menikmati apel di atas piringnya tidak jauh dari dua teman itu sedang bercengkrama dengan obrolan orang dewasa yang sebenarnya Phuwin sendiri malas menanggapi Jaoying.

“jes”

“yes piuw”

“bangunin nara gih, disuruh mandi phuwin gitu. Tapi cium dulu sini phuwin kangen”

Susah payah Jesper perlahan turun dari kursinya mengahampiri Phuwin yang telah memberinya ratusan kecupan membuat si kecil kegelian.

“ih piuw geli”

“itu supaya jes punya energi bangunin nara, hati-hati naik tangganya ya sayang”

Di ruang tengah Phuwin dan Jaoying duduk berhadapan di atas sofa, tatapan Jaoying menelisik mencari sebuah titik mula cerita yang seperti ingin disampaikan namun terkubur begitu dalam.

Sesaat Phuwin menunduk merasa seprerti sedang diminta cerita oleh Jaoying dalam satu tarikan nafasnya ia membuka bibirnya memulai sebuah cerita pagi ini “gue mimpi buruk lagi, mimpi yang sama, perasaan yang sama. Terus karena lo nanya soal hubungan ranjang gue sama pond. Apa mungkin mimpi itu muncul lagi karena kebutuhan biologis gue tidak tercukupi?”

“bisa aja, lo dulu sebelum ada jesper masih di pavilion bisa punya waktu untuk itu jadi lo gak kehilangan peran waktu sama pond”

Namun semua tidak melulu tentang hubungan ranjang baginya saat ini dan Nara juga setuju akan hal itu. Merasakan kehadiran pasangan yang saling melengkapi cukup dengan duduk di meja makan bersama, mencari jalan keluar saat air mati karena salju, atau hal-hal yang tidak terduga lainnya datang.

Buku Phuwin baru selesai digarap, baru juga di jual secara umum tulisannya kembali pada novel tebal dengan tajuk yang sama “Crown” dengan catatan kecil dibawahnya “remember who you are”.

Saat melihat Nara nya yang sekarang tanpa hak istimewa apapun yang disematkan pandangannya membawa ke dalam imajinasi liar bahwa pangeran tampan di dalam rumah ini sedang berkelana di tengah sabana yang gersang tidak seorangpun tau siapa pria bijaksana di dalam rumah dua lantai yanh tidak semegah istana yang pernah ia tinggali.

Nara membawa Phuwin untuk menulis dengan hati-hati pada setiap paragrafnya menggambarkan gagah berwibawanta pria itu sekalipum di tengah sabana itu ia seorang sendiri yang membangun kerajaan kecilnya sendirian.

Dengan tangannya yang dibiarkan menyentuh tanah tandus satu persatu tersusun sebuah pondasi kokoh menciptakan pohon keluarga yang dimulai dengan namanya hingga muncul si kecil Jesper yang suatu saat akan mengalahkan kedudukan pangerannya.

Meski kehilangan identitasnya Nara tidak pernah lupa akan dirinya, tidak berlama tersesat dalam labirin yang menjebaknya karena secercah cahaya yang terus membimbingnya.

Pagi itu saat Nara selesai membaca isi buku yang ia sangkal adalah dirinya perlahan penyangkalan itu berubah menjadi penerimaan manakala kutipan disana tertulis dengan tebal “dalam pelukan rembulan yang menciptakan bayangan semu mahkotanya sudah terpasang dengan sempurnanya, simbol yang tidak selalu terlihat namun akan selalu tersemat untuknya”

Nara ingat di flat sempit Phuwin, jari lentik yang biasanya terselip dalam rongga tangannya membentuk mahkota yang tergambar di lantai melalui cahaya bulan. Malam itu Nara menemukan jiwanya yang sering terkurung terasa dibebaskan, seolah ia adalah beast yang kala kelopak mawar terakhir tanggal merubahnya menjadi pemimpin bagi rakyat kecilnya. Yaitu suami dan anaknya.

“jao udah pulang?”

“barusan”

“piuw” Jesper melompot ke dalam pelukan yang ditangkap dengan tepat, sembari pipinya diusap-usap oleh telunjuk Nara yang ikut duduk bersandar pada Phuwin.

“gimana nginepnya?”

“fun, more fun with piuw and nara”

“phuwin jes, masa nyebut nara bisa phuwin enggak sih”

“susah piuw”

Melupakan apa yang menjadi topiknya dengan Jaoying. Phuwin fokus menciumi Jesper yang semakin mengusal ke arahnya bersama Nara yang diam bersandar pada bahunya memejamkan mata yang mengantuk.

Rumah sebesar miliknya selalu hanya terpakai beberapa jengkal setiap harinya guna menghabiskan hari-hari bersama. Sengaja berdekatan, bersinggungan agar semuanya semakin terasa hangat.

--

--